Sikap Muslim terhadap Al-Quran

Al-Quran
DALAM QS. Al-Anfal: 2 disebutkan, salah satu sifat atau ciri-ciri orang yang beriman (mukmin) adalah waidza tuliat 'alahim aayaatuhuu zaadathum iimaana, jika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah bertambahlah keimanan mereka.

Ayat ini menunjukkan bagaimana seharusnya sikap Muslim terhadap Al-Quran. Bagi seorang Muslim atau mukmin, Al-Quran mempunyai ruh yang dapat menggerakkan hati-sanubarinya, yakni gerakan hati menuju keimanan yang lebih kuat lagi kepada Allah SWT. Keimanan yang kuat merupakan energi untuk beramal-Islami yang lebih kuat pula, menambah semangat jihad fi sabilillah, dan menambah keberanian untuk tampil membela kebenaran atas motif li i'laai kalimatillah (menegakkan firman-firman Allah SWT).

Maka, ketika ruh Al-Quran bisa menyentuh sanubari umat Islam, mereka pun dapat menjadi benar-benar umat yang terbaik (khoiru ummah). Sebaliknya, ketika ruh Al-Quran tidak lagi menyentuh atau berpengaruh terhadap hati-sanubari umat Islam, mereka pun menjadi umat yang hina, terbelakang, dan menjadi "buih" (ghutsa) yang mudah diombang-ambing ombak, selalu mengikuti arus ke mana saja ia mengarah, tidak punyai ketetapan dan pendirian tegas. Itulah yang diperingatkan Nabi Muhammad Saw dengan sabdanya,

"Sesungguhnya Allah dengan kalam ini (Al-Quran) mengangkat beberapa kaum dan dengannya pula merendahkan yang lain."

Sesungguhnya, ruh Al-Quran hanya akan merasuk sukma seseorang jika ia betul-betul menjadikan Al-Quran sebagai pedoman hidupnya, menjadikan kalam Allah ini sebagai sumber motivasi dan referensi (acuan) dalam beramal. Padahal, Allah sendiri menyebut Al-Quran sebagai ruh yang dapat menggerakkan hati manusia dengan firman-Nya, "Dan begitulah Kami wahyukan padamu berupa ruh." (QS. 42:52).

Tiga Golongan Muslim 
Pada bagian lain Al-Quran menyatakan terdapatnya tiga golongan umat Islam dalam menyikapi Al-Quran (QS. Al-Fathir:32). Golongan pertama, dzalimun linafsih, yaitu mereka yang menganiaya diri sendiri. Mereka lebih banyak amal jeleknya ketimbang amal baiknya, karena hanya sedikit mengamalkan ajaran Al-Quran dan lebih banyak mengabaikan seruan-Nya.

Golongan kedua, muqtashid, yaitu golongan pertengahan. Amal baik mereka sebanding dengan amal jeleknya, karena melaksanakan ajaran Al-Quran sebanding dengan mengabaikan sebagian ajaran lainnya.

Golongan ketiga, sabiqun bil khair, mereka yang bersegera dalam kebaikan. Artinya, mereka melaksanakan ajaran Al-Quran dengan sungguh-sungguh.

Dalam sebuah hadits disebutkan, orang-orang yang bersegera dalam kebaikan (sabiqun bil khair) adalah mereka yang masuk surga tanpa hisab; golongan muqtashid adalah mereka yang mendapat hisab yang ringan; dan golongan dzalimun linafsihadalah mereka yang mendapat hisab lama di alam makhsyar kemudian Allah memaafkan mereka dengan rahmat-Nya (HR. Ahmad dari Abu Darda).

Tentu saja, kita semua berharap dan berupaya termasuk golongan sabiqun bil khair. Apalagi, ketika seseorang menyatakan Islam sebagai agamanya, maka Al-Quran mutlak harus menjadi pedoman hidupnya.

Membaca dan mengkaji kandungan Al-Quran merupakan keharusan tak terelakkan bagi seorang Muslim yang hendak benar-benar hidup dan mati dalam Islam. Karenanya, mari luangkan waktu secukupnya untuk senantiasa membaca, mengkaji, atau memperdalam Al-Quran, untuk kemudian mengamalkannya. Jangan lupa, dakwahkan dan bela pula kemuliaannya dengan berbagai cara, semampu kita!

"Ini (Al-Quran) adalah kitab yang Kami turunkan padamu penuh dengan berkah, supaya mereka merenungkan ayat-ayatnya (tadabur) dan supaya menjadi pelajaran bagi mereka yang berpikir." (Q.S. 38:29). Wallahu a’lam. (www.risalahislam.com).*
Previous Post Next Post