Jimat atau azimat adalah barang (tulisan) yang dianggap mempunyai kesaktian dan dapat melindungi pemiliknya, digunakan sebagai penangkal penyakit dan sebagainya (KBBI). Dalam kamus Islam, jimat/azimat disebut Tamimah, yaitu suatu benda yang diyakini bisa menolak bala atau mendatangkan manfaat.
Islam melarang umatnya mempercayai jimat karena umat Islam hanya bergantung kepada Allah SWT. Percaya Jimat merupakan bentuk kemusyrikan (menyekutukan Allah SWT) dan dosa besar.
“Hanya kepada-Mu (Allah) aku menyembah (beribadah) dan hanya kepada-Mu pula aku meminta pertolongan” (QS. Al-Fatihah:4).
“Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Hanya kepada-Nyal bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az-Zumar: 38)
Dari Uqbah bin Amir r.a., Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ
“Barangsiapa mengantungkan tamimah (jimat) niscaya Allah tidak akan menyempurnakannya untuknya.” (HR. Ahmad)
Dalam sebuah riwayat:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa mengantungkan tamimah (jimat), maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan.” (Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah No. 492)
Dari Abdullah bin Ukaim r.a., Nabi Saw bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
“Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu (jampi atau mantra), maka Allah akan menyerahkannya kepada gantungannya tersebut.” (HR. At-Tirmizi dan An-Nasai dari Abu Hurairah).
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a., Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat, dan tiwalah adalah bentuk kesyirikan.” (HR. Abu Daud , Ibnu Majah , dan Ahmad). Tiwalah adalah sesuatu yang dibuat oleh para dukun yang dengannya mereka membuat dua orang saling mencintai, dinamakan juga al-athh (pelet).
JENIS-JENIS JIMAT
Para ulama membagi tamimah (jimat/azimat) menjadi dua jenis:
1. Tamimah berupa selain Al-Qur`an.
Hukum asal azimat ini adalah syirik asghar (syirik kecil), karena menjadikan sesuatu menjadi sebab padahal dia bukanlah sebab secara syar’i dan kauni adalah syirik asghar. Kaidah ini disebutkan oleh Syaikh Saleh Al-Utsaimin dalam beberapa kitabnya.
Hukum syirik asghar ini berlaku jika dia tetap meyakini bahwa hanya Allah yang mendatangkan manfaat dan menolak mudharat, akan tetapi dengan sebab tamimah ini. Tapi jika dia meyakini bahwa tamimah inilah yang mendatangkan manfaat dan menolak mudharat tanpa campur tangan dari Allah, maka itu adalah syirik akbar yang mengeluarkan dia dari Islam.
2. Tamimah yang terbuat dari Al-Qur`an.
Hukumnya tetap terlarang dan merupakan dosa besar. Ini merupakan pendapat Abdullah bin Mas’ud dan selain beliau. Hanya saja, dia tidak sampai dalam jenjang syirik asghar, tetapi dia termasuk bid’ah yang mungkar.
Alasan dia tidak dikatakan syirik asghar adalah karena Al-Qur`an merupakan sebab syar’i dan kauni guna mendapatkan maslahat dan terhindar dari mudharat, baik dalam masalah agama maupun dunia.
Akan tetapi, cara menggunakan Al-Qur`an guna mendapatkan hal itu adalah membacanya, mendengarnya, dan mengamalkannya, bukan dengan cara menggantungnya atau meyakini bahwa ayat tersebut “secara fisik” mengandung kekuatan.
Maka, perbuatan ini sama dengan melakukan sebuah ibadah yang tidak dituntunkan oleh Nabi Saw karena beliau memanfaat Al-Qur`an dengan membacanya sementara orang itu memanfaatkannya dengan menggantungnya. Wallahu a’lam bish-shawab.*
Islam melarang umatnya mempercayai jimat karena umat Islam hanya bergantung kepada Allah SWT. Percaya Jimat merupakan bentuk kemusyrikan (menyekutukan Allah SWT) dan dosa besar.
“Hanya kepada-Mu (Allah) aku menyembah (beribadah) dan hanya kepada-Mu pula aku meminta pertolongan” (QS. Al-Fatihah:4).
“Katakanlah: “Cukuplah Allah bagiku”. Hanya kepada-Nyal bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az-Zumar: 38)
Dari Uqbah bin Amir r.a., Rasulullah Saw bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ
“Barangsiapa mengantungkan tamimah (jimat) niscaya Allah tidak akan menyempurnakannya untuknya.” (HR. Ahmad)
Dalam sebuah riwayat:
مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa mengantungkan tamimah (jimat), maka sungguh dia telah berbuat kesyirikan.” (Dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Ash-Shahihah No. 492)
Dari Abdullah bin Ukaim r.a., Nabi Saw bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئًا وُكِلَ إِلَيْهِ
“Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu (jampi atau mantra), maka Allah akan menyerahkannya kepada gantungannya tersebut.” (HR. At-Tirmizi dan An-Nasai dari Abu Hurairah).
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a., Rasulullah Saw bersabda:
إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
“Sesungguhnya jampi-jampi, jimat, dan tiwalah adalah bentuk kesyirikan.” (HR. Abu Daud , Ibnu Majah , dan Ahmad). Tiwalah adalah sesuatu yang dibuat oleh para dukun yang dengannya mereka membuat dua orang saling mencintai, dinamakan juga al-athh (pelet).
JENIS-JENIS JIMAT
Para ulama membagi tamimah (jimat/azimat) menjadi dua jenis:
1. Tamimah berupa selain Al-Qur`an.
Hukum asal azimat ini adalah syirik asghar (syirik kecil), karena menjadikan sesuatu menjadi sebab padahal dia bukanlah sebab secara syar’i dan kauni adalah syirik asghar. Kaidah ini disebutkan oleh Syaikh Saleh Al-Utsaimin dalam beberapa kitabnya.
Hukum syirik asghar ini berlaku jika dia tetap meyakini bahwa hanya Allah yang mendatangkan manfaat dan menolak mudharat, akan tetapi dengan sebab tamimah ini. Tapi jika dia meyakini bahwa tamimah inilah yang mendatangkan manfaat dan menolak mudharat tanpa campur tangan dari Allah, maka itu adalah syirik akbar yang mengeluarkan dia dari Islam.
2. Tamimah yang terbuat dari Al-Qur`an.
Hukumnya tetap terlarang dan merupakan dosa besar. Ini merupakan pendapat Abdullah bin Mas’ud dan selain beliau. Hanya saja, dia tidak sampai dalam jenjang syirik asghar, tetapi dia termasuk bid’ah yang mungkar.
Alasan dia tidak dikatakan syirik asghar adalah karena Al-Qur`an merupakan sebab syar’i dan kauni guna mendapatkan maslahat dan terhindar dari mudharat, baik dalam masalah agama maupun dunia.
Akan tetapi, cara menggunakan Al-Qur`an guna mendapatkan hal itu adalah membacanya, mendengarnya, dan mengamalkannya, bukan dengan cara menggantungnya atau meyakini bahwa ayat tersebut “secara fisik” mengandung kekuatan.
Maka, perbuatan ini sama dengan melakukan sebuah ibadah yang tidak dituntunkan oleh Nabi Saw karena beliau memanfaat Al-Qur`an dengan membacanya sementara orang itu memanfaatkannya dengan menggantungnya. Wallahu a’lam bish-shawab.*
Tags:
Akidah