Pedoman Khotbah Jumat Efektif dan Menarik Perhatian Jamaah
Bahkan, sebagian “oknum” jamah itu malah lelap tertidur –minimal diserang kantuk-- saat khotbah berlangsung.
Tidak sedikit khotib Jumat memang suka berlama-lama menyampaikan khotbahnya. Kita sering mendengar jamaah yang “bergunjing” selepas sholat atau sekadar “bisik-bisik” kepada temannya soal lamanya khotbah tersebut.
Dalam perspektif komunukasi dakwah, para “oknum” khotib itu kemungklin lupa atau khilaf setidaknya akan dua hal:
Pertama, Rasulullah Saw memerintahkan para khotib untuk menyampaikan khotbah secara singkat dan memperlama sholat.
Dari Abul Yaqdlan ‘Ammar bin Yasir r.a. berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda:
”Sesungguhnya lamanya shalat seseorang dan singkatnya khotbah itu adalah membuktikan mahirnya agama seseorang, oleh karena itu perpanjanglah shalat dan persingkatlah khotbah” (HR. Muslim).
“Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (HR. Abu Dawud).
Khotbah yang berpanjang-panjang, apalagi datar, monoton, dan tidak memberi pencerahan, membuat jamaah bosan dan mengantuk. Pesan dakwah yang disampaikan pun tidak bisa dicernah dengan baik, bahkan bisa jadi “lewat” begitu saja di telinga jamaah Jumat.
Kedua, dalam perspektif komunikasi, khususnya teknik public speaking, pembicaraan panjang –apalagi monoton dan tidak fokus, sangat tidak efektif, sulit dipahami, dan tidak disukai audiens.
Tidak sedikit khotib Jumat memang suka berlama-lama menyampaikan khotbahnya. Kita sering mendengar jamaah yang “bergunjing” selepas sholat atau sekadar “bisik-bisik” kepada temannya soal lamanya khotbah tersebut.
Dalam perspektif komunukasi dakwah, para “oknum” khotib itu kemungklin lupa atau khilaf setidaknya akan dua hal:
Pertama, Rasulullah Saw memerintahkan para khotib untuk menyampaikan khotbah secara singkat dan memperlama sholat.
Dari Abul Yaqdlan ‘Ammar bin Yasir r.a. berkata: “Saya mendengar Rasulullah Saw bersabda:
”Sesungguhnya lamanya shalat seseorang dan singkatnya khotbah itu adalah membuktikan mahirnya agama seseorang, oleh karena itu perpanjanglah shalat dan persingkatlah khotbah” (HR. Muslim).
“Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (HR. Abu Dawud).
Khotbah yang berpanjang-panjang, apalagi datar, monoton, dan tidak memberi pencerahan, membuat jamaah bosan dan mengantuk. Pesan dakwah yang disampaikan pun tidak bisa dicernah dengan baik, bahkan bisa jadi “lewat” begitu saja di telinga jamaah Jumat.
Kedua, dalam perspektif komunikasi, khususnya teknik public speaking, pembicaraan panjang –apalagi monoton dan tidak fokus, sangat tidak efektif, sulit dipahami, dan tidak disukai audiens.
Akibatnya, komunikasi pun bisa gagal; pesan tidak sampai kepada khalayak. Jadinya, khotbah berlama-lama bisa mubazir, percuma, karena jamaah tidak menyerap materi yang disampaikan.
“Be Brief in Public Speaking,” ujar Stephen D. Boyd, Ph.D. “Berabad lalu, pembicara hebat sering berbicara dua jam atau lebih. Tapi kini audiens lebih suka pembicaraan singkat, to the point, dan mudah dimengerti. Karenanya, berbicaralah dalam kalimat pendek, frase pendek, dan kata-kata pendek pula.”
Pembicaraan pendek, juga tulisan pendek, lebih disukai dan lebih mudah dipahami, ketimbang pembicaraan dan tulisan panjang yang bertele-tele.
Seorang pembicara, penceramah, termasuk khotib, memang sering “terlena”, lupa waktu, dan memperpanjang pembicarannya karena merasa belum menyampaikan semuanya.
Khotbah: Perspektif Public Speaking
Para ahli public speaking mengingatkan, “One of the worst mistakes you can make as a public speaker is talking too long.” Kesalahan terburuk public speaker (pembicara) adalah berbicara terlalu lama.“Be Brief in Public Speaking,” ujar Stephen D. Boyd, Ph.D. “Berabad lalu, pembicara hebat sering berbicara dua jam atau lebih. Tapi kini audiens lebih suka pembicaraan singkat, to the point, dan mudah dimengerti. Karenanya, berbicaralah dalam kalimat pendek, frase pendek, dan kata-kata pendek pula.”
Pembicaraan pendek, juga tulisan pendek, lebih disukai dan lebih mudah dipahami, ketimbang pembicaraan dan tulisan panjang yang bertele-tele.
Seorang pembicara, penceramah, termasuk khotib, memang sering “terlena”, lupa waktu, dan memperpanjang pembicarannya karena merasa belum menyampaikan semuanya.
Salah satu ”penyakit” pembicara adalah ingin menyampaikan banyak hal, bahkan semua hal, dalam satu tema pembicaraan. Akibatnya, pembicaraan menjadi lama dan panjang-lebar, bahkan mungkin juga ”ngelantur” (tidak fokus).
Karenanya, khotib atau pembicara dituntut mampu fokus dan mengendalikan diri (self-control).
Baca Juga: Khotbah Jumat Pertama Rasulullah Saw
Gaya Khotbah Nabi Saw
Teknik public speaking dalam khotbah Jumat sudah dicontohkan Rasulullah Saw, baik dari segi tema, durasi, maupun gaya.Baca Juga: Khotbah Jumat Pertama Rasulullah Saw
Di berbagai literatur kita bisa menemukan adab atau tata cara khotbah Jumat Rasulullah Saw dan nasihat para ulama sebagai berikut.
1. Lantang, Suara ”Keras”.
Dalam aspek kelejasan (clarity), khotib disunahkan mengeraskan suaranya atau bersuara lantang saat khotbah agar jelas terdengar oleh jamaah.
“Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Kebiasaan Rasulullah Saw jika berkhotbah, kedua matanya memerah, suaranya lantang, bagaikan seseorang yang sedang marah. Seolah-olah beliau komandan pasukan yang memperingatkan tentara dengan mengatakan “Musuh akan menyerang kamu pada waktu pagi”, “Musuh akan menyerang kamu pada waktu sore” (HR. Muslim).
2. Ringkas, Tidak Lama.
Para khotib disunahkan memendekkan khotbahnya atau tidak berlama-lama, berpanjang-panjang, apalagi bertele-tele yang menyebabkan bahasan (tema, materi khotbah) melebar ke mana-mana alias tidak fokus.
Rasulullah Saw bahkan ”menyindir” khotib yang berlama-lama dalam khotbah sebagai orang yang ”tidak paham agama”.
Diriwayatkan dari Amar bin Yasir r.a., dia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya lamanya shalat dan pendeknya khotbah seseorang, adalah pertanda kepahamannya (dalam urusan agama). Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khotbah!” (HR. Ahmad dan Muslim).
“Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (HR. Abu Dawud).
“Sesungguhnya Nabi Saw tidak pernah memanjangkan khotbahnya pada hari Jumat. Sesungguhnya khotbah itu hanya berisikan kalimat-kalimat yang pendek.” (HR Abu Daud dari Jabir)
Imam Abu Hanifah berkata:
”Sepantasnya seorang imam berkhotbah dengan khotbah yang sebentar (ringkas). Imam membuka khotbahnya dengan hamdallah, memuji-Nya berulang-ulang, membaca syahadat, bershalawat atas Nabi Saw, memberi nasihat, mengingatkan, membaca surat (Al-Qur’an). Lalu duduk dengan duduk sebentar, lalu bangkit, lalu berkhotbah lagi: membaca hamdallah, memuji-Nya berulang-ulang, bershalawat atas Nabi Saw, dan mendo’akan mukminin dan mukminat.”
Imam Syafi’i berkata: ”Aku menyukai imam berkhotbah dengan (membaca) hamdallah, shalawat atas Rasul-Nya, nasihat, bacaan (ayat Al-Qur’an), dan tidak lebih dari itu.” (Al-Umm).
Inti pesan dakwah dalam khotbah Jumat adalah nasihat atau wasiat takwa, yakni mengajak jamaah untuk bertakwa kepada Allah SWT. Itu pula yang dilakukan Rasulullah Saw.
“Rasulullah Saw biasa berkhotbah dengan berdiri dan duduk di antara dua khotbah, membaca beberapa ayat, dan memberi nasihat kepada jamaah” (HR. Jamaah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
Dari segi tema, materi khotbah sebaiknya masalah aktual dan/atau masalah Islam dan kaum Muslimin kekinian. Arahnya tetap, khotib memberikan nasihat menyikapi masalah tersebut secara Islami sebagai manifestasi ketakwaan.
1. Lantang, Suara ”Keras”.
Dalam aspek kelejasan (clarity), khotib disunahkan mengeraskan suaranya atau bersuara lantang saat khotbah agar jelas terdengar oleh jamaah.
“Dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: Kebiasaan Rasulullah Saw jika berkhotbah, kedua matanya memerah, suaranya lantang, bagaikan seseorang yang sedang marah. Seolah-olah beliau komandan pasukan yang memperingatkan tentara dengan mengatakan “Musuh akan menyerang kamu pada waktu pagi”, “Musuh akan menyerang kamu pada waktu sore” (HR. Muslim).
2. Ringkas, Tidak Lama.
Para khotib disunahkan memendekkan khotbahnya atau tidak berlama-lama, berpanjang-panjang, apalagi bertele-tele yang menyebabkan bahasan (tema, materi khotbah) melebar ke mana-mana alias tidak fokus.
Rasulullah Saw bahkan ”menyindir” khotib yang berlama-lama dalam khotbah sebagai orang yang ”tidak paham agama”.
Diriwayatkan dari Amar bin Yasir r.a., dia mendengar Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya lamanya shalat dan pendeknya khotbah seseorang, adalah pertanda kepahamannya (dalam urusan agama). Maka panjangkanlah shalat dan pendekkanlah khotbah!” (HR. Ahmad dan Muslim).
“Nabi Saw tidak memanjangkan nasihatnya pada hari Jumat. Beliau hanya memberikan amanah-amanah yang singkat dan ringkas” (HR. Abu Dawud).
“Sesungguhnya Nabi Saw tidak pernah memanjangkan khotbahnya pada hari Jumat. Sesungguhnya khotbah itu hanya berisikan kalimat-kalimat yang pendek.” (HR Abu Daud dari Jabir)
Imam Abu Hanifah berkata:
”Sepantasnya seorang imam berkhotbah dengan khotbah yang sebentar (ringkas). Imam membuka khotbahnya dengan hamdallah, memuji-Nya berulang-ulang, membaca syahadat, bershalawat atas Nabi Saw, memberi nasihat, mengingatkan, membaca surat (Al-Qur’an). Lalu duduk dengan duduk sebentar, lalu bangkit, lalu berkhotbah lagi: membaca hamdallah, memuji-Nya berulang-ulang, bershalawat atas Nabi Saw, dan mendo’akan mukminin dan mukminat.”
Imam Syafi’i berkata: ”Aku menyukai imam berkhotbah dengan (membaca) hamdallah, shalawat atas Rasul-Nya, nasihat, bacaan (ayat Al-Qur’an), dan tidak lebih dari itu.” (Al-Umm).
Inti pesan dakwah dalam khotbah Jumat adalah nasihat atau wasiat takwa, yakni mengajak jamaah untuk bertakwa kepada Allah SWT. Itu pula yang dilakukan Rasulullah Saw.
“Rasulullah Saw biasa berkhotbah dengan berdiri dan duduk di antara dua khotbah, membaca beberapa ayat, dan memberi nasihat kepada jamaah” (HR. Jamaah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi).
Dari segi tema, materi khotbah sebaiknya masalah aktual dan/atau masalah Islam dan kaum Muslimin kekinian. Arahnya tetap, khotib memberikan nasihat menyikapi masalah tersebut secara Islami sebagai manifestasi ketakwaan.
Semoga para khotib Jumat kita mampu meniru atau meladani Gaya & Metode Khutbah Jumat Rasulullah Saw: ringkas, mengena, efektif, jelas. (www.risalahislam.com).*