Pendidikan Kunci Kemajuan Bangsa

 Oleh: Dr. Budi Handrianto

Tatkala Perang Dunia ke-2 usai, Jepang menderita kekalahan. Beberapa petinggi militer menghadap kaisar untuk melaporkan kekalahan tentaranya dan negara yang hancur porak poranda. Terjadilah pembicaraan di antara mereka. Kaisar bertanya, ”Masih adakah prajurit kita?” Dijawab, ”Sudah habis, Kaisar.”

Kaisar bertanya lagi, ”Adakah para panglima yang tersisa?” Dijawab, ”Sudah tidak ada, Kaisar. Sebagian terbunuh dalam perang, sebagian yang hidup melakukan harakiri.” Beberapa pertanyaan kaisar dijawab dengan kepesimisan karena semua potensi bangsa dianggap sudah hancur. Terakhir kaisar bertanya, ”Apakah guru masih ada ?” Dijawab, ”Masih ada, Kaisar.” Kaisar pun berkata dengan penuh semangat, ”Kalau begitu, mari kita bangun kembali negeri ini dengan para guru itu.”

Kurang dari 10 tahun kemudian Jepang sudah berhasil membangun ekonominya menjadi kekuatan dunia baru. Bahkan kemudian kita ketahui bersama Amerika Serikat yang dahulu mengalahkan Jepang dalam perang fisik sekarang secara ekonomi –terutama dalam dunia otomotif bertekuk lutut kepada Jepang. Mobil-mobil Jepang saat ini menguasai Amerika dan mengalahkan produsen-produsen mobil di sana.

Kisah lain, seorang Indonesia diajak berjalan-jalan di Tokyo oleh rekan Jepangnya. Ketika berada pada sebuah perempatan jalan, rekan Jepangnya ini menunduk dalam-dalam kurang lebih hampir satu menit. Penasaran dengan kejadian singkat itu orang Indonesia itupun bertanya mengapa. Ternyata rekan Jepang yang di sana menjabat posisi penting di pemerintahan, tadi sedang menunduk untuk menghormati gurunya yang tengah lewat.

Kedua kisah di atas menunjukkan bahwa dalam budaya Jepang guru dianggap mahluk yang mulia, setengah keturunan dewa. Guru –salah satu komponen penting dalam dunia pendidikan, dihargai luar biasa, termasuk diberikan kompensasi yang tinggi. Budaya seperti ini yang membentuk Jepang menjadi bangsa kuat yang mudah bangkit sepanjang guru masih ada di sana.

Keadaan serupa pula terjadi pada peradaban Islam masa lalu di mana -sekedar menyebutkan contoh, pada jaman Khalifah Al Makmum guru mendapatkan penghargaan luar biasa. Dalam acara-acara istana maupun kenegaraan, para guru duduk bersanding di sebelah khalifah.

Bahkan buku-buku karya guru dihargai sejumlah emas yang ditimbang sama beratnya. Setiap perayaan ulang tahun khalifah, sang guru duduk di dekat khalifah, dan diumumkan di depan khalayak naskah tulisan terbaru sang guru. Pemerintah Al Makmum waktu itu mengeluarkan anggaran pendidikan untuk Madrasah Nizhamiyah di kota Baghdad, senilai hampir ekuivalen 240 ton emas murni.

Kita dapat mengambil pelajaran bahwa bangsa yang maju pasti menunjukkan perhatian yang serius terhadap dunia pendidikan, wabil khusus pendidikan formal di sekolah. Bangsa yang mengabaikan atau kurang serius menangani masalah pendidikan biasanya menjadi bangsa yang tertinggal.


Pendidikan Sekolah

Posisi pendidikan sekolah menjadi sangat penting sekarang ini karena telah terjadi beberapa pergeseran budaya masyarakat. Teori pendidikan lama masih menyebutkan bahwa sistem pendidikan itu ada tiga yaitu pendidikan formal (sekolah), nonformal (kursus), dan informal (interaksi di luar sekolah atau biasa disederhanakan dengan pendidikan dalam masyarakat dan rumah tangga). Pendidikan sekolah bermaksud menjadikan murid pintar, pendidikan non formal menjadikan murid terampil, pendidikan informal menjadikan murid berperangai baik (akhlakul karimah).

Namun sekarang ini telah terjadi pergeseran budaya akibat perkembangan teknologi dan globalisasi yang salah satu akibatnya adalah perubahan struktur kerja. Pendidikan informal di rumah telah kehilangan bentuknya, terutama di kota-kota besar. Kebanyakan orang tua, baik bapak maupun ibu di kota besar bekerja dalam waktu yang relatif lama.

Orang tua pergi bekerja sebelum anak-anak bangun dan pulang ketika anak-anak sudah tidur. Pergi Senin pulang Sabtu, bahkan ada orang tua yang meninggalkan rumah (karena pekerjaan) awal bulan dan muncul lagi di rumah pada akhir bulan. Praktis pendidikan orang tua kepada anak sekarang ini sangat minim. Maka orang tua menyerahkan pendidikan anak 100% kepada lembaga pendidikan sekolah.

Oleh karena itu, pemerintah harus lebih serius dalam membangun sistem pendidikan sekolah. Sekolah harus mampu menampung pendidikan formal, non formal, dan informal sekaligus. Tanggung jawab agar siswa menjadi pintar, juga trampil sekaligus berperangai bagus menjadi milik sekolah. Oleh karena itu perlu dikembangkan sistem pendidikan sekolah yang mampu melaksanakan tanggung jawab tersebut dan itu –tentunya, memakan biaya yang tidak sedikit.


Saat ini pemerintah baru (berniat) mengalokasikan sekitar 20% anggaran belanjanya untuk pendidikan. Sementara di Malaysia sudah sekitar 40%. Sarjana-sarjana di sana telah berhasil meyakinkan pemerintahnya bahwa investasi di bidang pendidikan sangat besar manfaatnya seperti meningkatkan kualitas SDM, menjaga keamanan bangsa, menjamin program pemerintah berjalan lancar dan sebagainya. Hal itulah yang menyebabkan Indonesia mempunyai daya saing yang rendah atau menempati urutan ke-40, jauh di bawah Malaysia yang menempati urutan ke-17.

Kenyataan di masyarakat sekarang ini kita dapati suatu adegium bahwa sekolah yang bagus adalah sekolah yang mahal. Atau sekolah yang mahal pasti bagus. Sebaliknya, sekolah murah pasti kurang bagus atau sekolah yang kurang bagus biasanya murah. Ketika berhadapan dengan pemikiran bahwa setiap warga negara harus mendapatkan pendidikan yang bagus, maka sebagai sintesis terhadap kedua hal di atas (setiap anak harus sekolah dan sekolah yang bagus pasti mahal) adalah dengan melakukan subsidi silang. Murid yang kaya mensubsidi murid yang miskin. Katakanlah, satu orang tua murid yang kaya membiayai tiga orang murid miskin sehingga semua bisa sekolah.

Selain itu perlu dibuat badan-badan wakaf untuk membangun sekolah –tidak sekedar membangun masjid. Kondisi masyarakat selama ini akan sulit mendirikan sekolah ketimbang mendirikan masjid karena sebagian besar paradigma masyarakat beranggapan bahwa hanya membangun masjid yang mendapatkan pahala besar di akhirat. Padahal membangun sekolah, lab komputer, lab bahasa, perpustakaan dan sebagainya mendapatkan pahala yang besar juga jika diniatkan sebagaimana di atas.

Cara praktis yang lain adalah pemerintah turun tangan untuk menangani dan menghasilkan sebanyak mungkin sekolah bagus. Beban biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan sekolah bagus ditanggung oleh negara. Untuk itu alokasi APBN/APBD untuk pendidikan harus ditambah.


Pendidikan Karakter

Pendidikan yang menyebabkan suatu bangsa maju adalah pendidikan yang berbasis karakter bangsa. Tujuan pendidikan nasional haruslah mengacu pada karakter tersebut. Dari undang-undang yang pernah dibuat selama ini yaitu UU tahun 1947, 1950, 1954, 1967 (Tap MPR), UU No. 2/1989 dan terakhir UU No. 20/2003 belum ada yang menyebut secara eksplisit pendidikan karakter atau nilai di dalamnya.

Upaya dan beberapa kegiatan nasional berkaitan dengan pendidikan karakter sudah mulai banyak dilakukan, termasuk oleh Menteri Pendidikan baru-baru ini, namun hasilnya belum kelihatan. Perlu ada gerakan nasional yang masif dan didukung oleh instrumen perundang-undangan yang memadai.

Selama ini pendidikan karakter, nilai atau akhlak diserahkan hanya kepada guru agama. Tentu saja hal ini sangat kurang dan tidak efektif. Guru-guru lain kurang bisa memasukkan unsur nilai dalam pelajaran yang diajarkannya. Seperti ketika guru Biologi menjelaskan tentang tanaman dan tumbuhan, semestinya masuk di dalamnya pelajaran cinta dan bagaimana menjaga lingkungan hidup.

Guru pun semestinya memberikan contoh langsung dari pelajarannya. Pendidikan karakter menghendaki adanya keteladanan dan pembiasaan. Kedua hal tersebut apabila diterapkan sudah membuat keberhasilan sekitar 60% dari proses pendidikan. Keteladanan, pembiasaan, dan motivasi harus sering diberikan oleh semua guru sehingga murid mendapatkan karakter atau akhlak seperti yang diinginkan.

Tentu masih banyak hal lain dalam dunia pendidikan yang perlu dibenahi dan dijadikan penekanan (stressing) dalam prosesnya. Namun jika pemerintah menseriusi salah satu saja untuk melangkah kepada perbaikan selanjutnya, itu sudah lebih dari cukup. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar. Kegagalan dalam pengelolaan pendidikanlah yang membuat bangsa ini tertinggal dan tidak mampu bersaing dengan dunia internasional.



Previous Post Next Post