Banyak Muslim menggunakan ayat-ayat Al-Quran sebagai nada dering (ringtone) HP. Maksudnya baik, namun ternyata para ulama melarang umat Islam menjadikan al-Quran sebagai nada dering HP.
Setidaknya ada dua lembaga fatwa yang melarang penggunaan Al-Quran sebagai nada panggil HP, yakni Dar al-Ifta’ Mesir dan Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi.
Seperti dikutip laman Republika, lembaga Dar al-Ifta’ Mesir menguraikan, pemasangan Al-Quran sebagai nada dering tak sesuai dengan etika kepatutan dan kepantasan berinteraksi dengan kitab suci Al-Quran. Apalagi, terdapat tuntutan bersuci saat memegang atau membaca Alquran.
“Sesungguhnya Alquran ini adalah bacaan yang sangat mulia. Pada kitab yang terpelihara (Lauhul Mahfuzh) tidak menyentuhnya, kecuali orang-orang yang disucikan.” (QS al-Waqiah [56] :77-79).
Menurut lembaga yang kini dipimpin oleh Syekh Syauqi Ibrahim Abd el-Karim Allam itu, Al-Quran diturunkan sebagai bahan bacaan dan renungan, sedangkan jika dipakai sebagai nada dering, tujuan itu tak tercapai.
Alih-alih menghadirkan kekhusyukan, justru suasana hening itu dengan sendirinya akan terpecah saat menjawab panggilan. Ayat yang semestinya terbaca sempurna, bisa terpotong secara tak beraturan dan menghilangkan esensi makna yang sesungguhnya.
Komite Tetap Kajian dan Fatwa Arab Saudi menambahkan, nada dering Al-Quran dilarang karena dikhawatirkan dapat merendahkan Alquran.
Ini karena pada dasarnya Allah menurunkan Alquran sebagai kitab petunjuk untuk dibaca, dipahami maknanya, dan dipraktikkan nilai-nilai berikut ajarannya. Bukan untuk dijadikan sebagai nada dering. Baik di ponsel ataupun perangkat pintar lainnya.
Bahkan, menurut Komite yang pernah diketuai Syekh Abdullah bin Baz ini, larangan penggunaan nada dering itu tidak terbatas pada bacaan Al-Quran, tetapi juga mencakup nada dering lagu-lagu dan musik atau instrumen apa pun bentuknya.
Lalu, bagaimana dengan nada dering azan atau kalimat tayibah lainnya, seperti doa, shalawat, dan zikir lainnya? Lembaga-lembaga di atas masih sepakat: hukumnya tidak boleh!
Dalam konteks adzan, misalnya, pemakaiannya untuk nada dering bisa menimbulkan kebingungan soal waktu shalat. Orang di sekitar yang tak sengaja mendengarkannya, bisa terkecoh. Dan, pemakaiannya pun dianggap tak sepantasnya.
Serangkaian kalimat tayibah itu adalah bentuk ibadah. Maka, tak sepatutnya menempatkan posisi syiar agama itu dalam kondisi tak sepantasnya, seperti penggunaannya untuk nada dering. Ini dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap syiar agama.*
Tags:
Akhlak