Zuhud adalah akhak Islam. Zuhud yaitu sikap tidak menjadikan dunia dan kehidupan materi (kekayaan) sebagai tujuan, tapi hanya sebagai sarana beribadah. Pelakunya disebut zahid. Muslim yang bersikap zuhud bukan berarti tidak boleh kaya.
Banyak sahabat Nabi Saw hidup zuhud, namun mereka juga kaya dan kekayaannya digunakan untuk menggapai ridha Allah --ibadah, dakwah, dan jihad.
Pengertian Zuhud
Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.
Dunia dipandang sebagai sarana ibadah dan untuk meraih keridlaan Allah Swt., bukan tujuan tujuan hidup, dan di sadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat–sifat mazmumah (tercela). Keadaan seperti ini telah dicontohkan oleh Nabi Saw dan para sahabatnya.
Zuhud berarti tidak merasa bangga atas kemewahan dunia yang telah ada di tangan dan tidak merasa bersedih karena hilangnya kemewahan itu dari tangannya.
Menurut Abu Wafa al-Taftazani, zuhud itu bukanlah kependetaan atau terputusnya kehidupan duniawi, akan tetapi merupakan hikmah pemahaman yang membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi itu.
Mereka --para zahid-- tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hatinya dan tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya.
Zuhud Tidak Anti Dunia
Zuhud menurut Nabi serta para sahabatnya, tidak berarti berpaling secara penuh dari hal-hal duniawi. Tetapi berarti sikap moderat atau jalan tengah dalam menghadapi segala sesuatu, sebagaimana diisyaratkan firman–firman Allah:
”Dan begitulah Kami jadikan kamu (umat Islam) umat yang adil serta pilihan”; “Dan carilah apa yang dianugerahkan Allah kepadamu dari (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi”.
Islam mengajarkan umatnya agar hidup seimbang antara dunia dan akhirat. Kenikmatan dunia jangan dilupakan, selama tidak melabrak larangan Allah SWT. Namun kehidupan akhirat menjadi tujuan utama, dengan menjadikan harta-kekayaan sebagai sarana ibadah dan membela Islam, juga membantu dakwah dan jihad kaum Muslim. Wallahu a'lam bish-showab. (www.risalahislam.com).*
Banyak sahabat Nabi Saw hidup zuhud, namun mereka juga kaya dan kekayaannya digunakan untuk menggapai ridha Allah --ibadah, dakwah, dan jihad.
Pengertian Zuhud
Secara etimologis, zuhud berarti raghaba ‘ansyai’in wa tarakahu, artinya tidak tertarik terhadap sesuatu dan meninggalkannya. Zahada fi al-dunya, berarti mengosongkan diri dari kesenangan dunia untuk ibadah.
Dunia dipandang sebagai sarana ibadah dan untuk meraih keridlaan Allah Swt., bukan tujuan tujuan hidup, dan di sadari bahwa mencintai dunia akan membawa sifat–sifat mazmumah (tercela). Keadaan seperti ini telah dicontohkan oleh Nabi Saw dan para sahabatnya.
Zuhud berarti tidak merasa bangga atas kemewahan dunia yang telah ada di tangan dan tidak merasa bersedih karena hilangnya kemewahan itu dari tangannya.
Menurut Abu Wafa al-Taftazani, zuhud itu bukanlah kependetaan atau terputusnya kehidupan duniawi, akan tetapi merupakan hikmah pemahaman yang membuat seseorang memiliki pandangan khusus terhadap kehidupan duniawi itu.
Mereka --para zahid-- tetap bekerja dan berusaha, akan tetapi kehidupan duniawi itu tidak menguasai kecenderungan hatinya dan tidak membuat mereka mengingkari Tuhannya.
At-Taftazani menjelaskan, zuhud adalah tidak bersyaratkan kemiskinan. Bahkan terkadang seorang itu kaya, tapi pada saat yang sama ia pun zahid. Ustman bin Affan dan Abdurrahman ibn Auf adalah para hartawan, tapi keduanya adalah para zahid dengan harta yang mereka miliki.
Zuhud Tidak Anti Dunia
Zuhud menurut Nabi serta para sahabatnya, tidak berarti berpaling secara penuh dari hal-hal duniawi. Tetapi berarti sikap moderat atau jalan tengah dalam menghadapi segala sesuatu, sebagaimana diisyaratkan firman–firman Allah:
”Dan begitulah Kami jadikan kamu (umat Islam) umat yang adil serta pilihan”; “Dan carilah apa yang dianugerahkan Allah kepadamu dari (kebahagiaan) negeri akhirat dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi”.
Islam mengajarkan umatnya agar hidup seimbang antara dunia dan akhirat. Kenikmatan dunia jangan dilupakan, selama tidak melabrak larangan Allah SWT. Namun kehidupan akhirat menjadi tujuan utama, dengan menjadikan harta-kekayaan sebagai sarana ibadah dan membela Islam, juga membantu dakwah dan jihad kaum Muslim. Wallahu a'lam bish-showab. (www.risalahislam.com).*
Tags:
Kamus Islam