Makna Ungkapan Lihatlah yang Dikatakan (Unzhur Maa Qiila)

lihat yang dikatakan - dakwah
DALAM sebuah kesempatan, admin risalah Islam "nguping" (mendengarkan) obrolan sejumlah ustadz seputar ungkapan "unzhur maa qoola wa tandzur man qoola"

 أنظر ما قال ولا تنظر من قال

yang artinya "lihatlah apa yang dikatakan dan jangan lihat siapa yang mengatakan".

Menurut para ustadz yang sedang "ngerumpi" tadi, yang benar bukan "unzhur maa qoola", tapi "unzhur maa qiila", jika mengacu kepada tata bahas Arab. Unzhur maa qola = lihatlah apa mengatakan. Unzhur maa qiila = lihatlah aya yang dikatakan. Qoola = mengatakan. Qiila = dikatakan.

Jadi, yang benar, kata mereka, adalah "maa qiila...", bukan "maa qoola".

Ungkapan "Lihatlah yang Dikatakan" ini sering kita dengar ketika, misalnya, seorang da'i menyampaikan ceramah atau dakwah. Ini agar hadirin fokus pada materi dakwah yang disampaikan.

Asal-Usul Perkataan Undzur Ila Ma Qala

Dari sejumlah literatur, asal-usul ungkapan atau perkataan (maqalah) selengkapnya adalah

 انظر إلى ما قال ولا تنظر إلى من قال 

Unzhur ilaa maa qoola walaa tanzhur ilaa man qiila. (perhatikanlah terhadap apa yang dikatakan, jangan memperhatikan siapa yang berkata).

Jadi, ungkapan itu asalnya adalah "unzhur ila maa qoola". Ungkapan ini berasal dari Ali bin Abi Thalib, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu 'Asakir.

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA. ia berkata, Rasulullah SAW. bersabda ‘Kalimat hikmah adalah senjatanya orang bijak. Di mana saja ia menemukannya, maka ia berhak atasnya.’ 

Ibnu ‘Asakir meriwayatkannya dari Ali, dan sepertinya Ali ra berpedoman pada hadits itu pada ucapannya yang diriwayatkan secara mauquf: "Perhatikanlah apa yang dikatakan, jangan memperhatikan siapa yang berkata.”

Perspektif Komunikasi 

Dalam perspektif komunikasi, ungkapan "lihatlah yang dikatakan dan jangan lihat yang mengatakan" mengajak kita untuk fokus pada topik atau substansi pembicaraan (maa qiila), bukan pada komunikator atau yang sedang berbicara (man qoola).

Namun demikian, masih dalam perspektif komunikasi, komunikasi efektif itu salah satunya bergantung pada integritas dan kredibilitas man qoola atau sang pembicara.

Seringkali pendengar "mengabaikan" isi pembicaraan, jika sang pembicara adalah orang yang dikenal berakhlak buruk, perangainya tidak menyenangkan, suka maksiat, atau "belum melaksanakan yang dikatakannya". Wallahu a'lam. (www.risalahislam.com, dari berbagai sumber).*
Previous Post Next Post