Hikmah Peristiwa Isra Mi’raj Nabi Muhammad Saw

hikmah-isra-miraj
timeandate.com
PERISTIWA Isra' Mi'raj (Isro Mi'raj), yaitu perjalanan malam hari  Nabi Muhammad Saw dari Masjid Haram (Makkah) ke Masjid Aqsha (Palestina) dilanjutkan dengan “naik” ke Sidratul Muntaha menghadap Allah SWT, diperingati umat Islam tiap tanggal 27 Rajab. Ada sejumlah hikmah Isra Mi'raj yang wajib kita renungkan dan amalkan.

Isra Mi'raj merupakan salah satu mukjizat sebagai bukti kenabian dan kerasulan Muhammad Saw. Dalam Al-Quran, peristiwa yang hanya dialami Rasulullah Saw ini disebutkan dalam dua ayat. 

Ayat tentang Isra'
‘‘Mahasuci Dzat yang telah menjalankan hamba-Nya (Muhammad) pada waktu sebagian dari malam hari dari masjid Al-Haram ke masjid Al-Aqsha yang telah Kami beri berkah sekelilingnya agar Kami dapat menunjukkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda kebesaran Kami…” (QS. Isra:1).

Ayat tentang Mi’raj
”Dan sesungguhnya Muhammad telah melihat Jibril itu (dalam rupanya yang asli) pada waktu yang lain, (yaitu) di Sidratul Muhtaha. Di dekatnya ada surga tempat tinggal. (Muhammad melihat Jibril) ketika Sidratil Muntaha diliputi oleh sesuatu yang meliputinya. Penglihatannya (Muhammad) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya. Sesungguhnya dia telah melihat sebagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar.’‘ (QS. An-Najm: 13-18)

Tujuan Isra Mi’raj

  1. Memperlihatkan sebagian bukti atau tanda kekuasaan dan kebesaran Allah SWT (QS. 17:1)
  2. Menguji keimanan manusia (QS. 17:60).
Sebagian ulama merinci tujuan Isra’ Mi’raj itu sebagai berikut:
  1. Lit-Tatsbit -- untuk memantapkan atau mengukuhkan Nabi SAW dalam posisi kenabian dan kerasulannya)
  2. Lit-Takrim --untuk memuliakan Nabi SAW sebagai makhluk pilihan Allah SWT (musthafa atau the chosen one)
  3. Listi’dalil Quwah --untuk mempersiapkan keknatan jasmaniah, ruhaniah, dan aqliah Nabi SAW dalam menjalankan tugas-tugas kenabian dan kerasulannya).
Sebelum Isra’ Mi’raj, situasi dan kondisi Nabi Muhammad Saw sangat memprihatinkan karena wafatnya paman beliau, Abu Thalib, dan istri beliau, Siti Khadijah. 

Padahal, keduanya merupakan pelindung dan pendukung utama Nabi Saw dalam mengemban risalah Islam. Dengan Isra’ Mi’raj, keimanan atau kekuatan mental beliau bertambah kuat. Keganasan, kebrutalan, dan kekerasan umat yang didakwahinya dihadapi dengan kesabaran yang luar biasa, karena yakin akan perlindungan Allah SWT dan kebenaran risalah yang dibawanya.

Hikmah Isra Mi'raj

1. Bersihkan Jiwa Raga untuk Menghadap Allah SWT
Diriwayatkan, sebelum Isra Mi’raj, Nabi SAW “dibedah” oleh malaikat untuk membersihkan jiwanya dari sifat-sifat buruk. 

Itu menunjukkan, sebelum menghadap Allah SWT untuk menjalankan ibadah, kita harus membersihkan dulu jiwa-raga kita, niat-hati dan jasmani, dari segala kotoran atau najis, dari niat yang tidak ikhlas, dan dari pemahaman-pemahaman yang sesat. Ibadah akan mardud atau tidak sah bila niat kita tidak ikhlas, dinodai bid’ah atau tidak didasari ilmu (QS. Al-Bayyinah: 5, Al-Hajj: 37, Al-Isra: 36 & 84, Al-Ma’un: 6).

Lebih luasnya, kebersihan jiwa-raga adalah suatu keharusan manakala kita menghadap Allah SWT di akhir kelak. Karena, al-Islaamu nazhifun, fatanazh zhafu fa innahu laa yadkhulul jannata illa nazhiif (Islam itu bersih, maka bersihkanlah jiwa-ragamu, karena sesungguhnya tidak akan masuk surga kecuali orang-orang yang bersih). Tentu saja, untuk kebersihan itu, “celupan”-nya (shibghah) adalah Islam.

2. Dakwah Perlu Pendung, Tidak Bisa Sendiri
Ketika Abu Thalib dan Siti Khadijah meninggal dunia, Nabi SAW merasa sedih luar biasa, sehingga tahun itu dinamakan Amul Hazn (Tahun Kesedihan). 

Itu menunjukkan, dalam berdakwah orang perlu pelindung, pendukung, atau pemacu semangat. Seorang dai perlu tema natau pendamping. Siti Khadijah merupakan simbol seorang istri atau wanita yang menunjang perjuangan suami dalam berdakwah.

3. Bukti Kekuasaan Allag SWT
Dalam QS. 17: 1 Allah SWT menyatakan, Isra’ Mi’raj bertujuan antara lain untuk memperlihatkan sebagian ayat atau tanda (bukti) kekuasaan-Nya. 

Hal itu merupakan sinyal, kita pun harus memperhatikan ayat-Nya sehingga keimanan akan eksistensi dan kekuasaan Allah SWT tertanam kuat dalam diri. Ayat-ayat itu meliputi ayat qauliyah (firman Allah yang terhimpun dalam Alquran) dan ayat kauniyah (segala ciptaan Allah SWT).

4. Peduli Al-Aqsha
Salah satu tempat yang terkait dengan Isra’ Mi’raj adalah Masjid Aqsha. Setidaknya, momentum peringatan Isra’ Mi’raj kali ini dapat dijadikan momentum bangkitnya kepedulian terhadap nasib Al-Aqsha dan Muslim Palestina. Apalagi ada sinyal kaum Zionis hendak meruntuhkan masjid tersebut dan melenyapkan simbol-simbol Islam di Jerusalem.

5. Shalat Tiang Agama Islam
“Oleh-oleh” utama Isra’ Mi’raj adalah perintah shalat. Shalat adalah satu-satunya kewajiban dan menjadi kebutuhan umat Islam yang amar-nya diturunkan langsung oleh Allah SWT. 

Hal itu menunjukkan betapa tingginya posisi ibadah shalat. Wajar, kalau kemudian shalat, sebagaimana tersebut dalam sejumlah hadis Nabi SAW, shalat merupakan:
  •  “Tiang agama”, akan runtuh keislaman seseorang jika meninggalkan atau tidak mendirikan shalat. 
  • Shalat merupakan penentu diterima-tidaknya amal saleh seseorang serta menjadi ibadah (ritual) paling utama dalam Islam. 
  • Shalat juga merupakan amal perbuatan yang pertama kali dihisab di akhirat dan menentukan baik-buruknya amal seseorang.
  • Shalat merupakan pembeda antara umat Islam dan kaum kafirin
  • Penentu kebaikan dan keburukan amal seseorang (QS. 29: 45, 70: 19-23)
  • Shalat merupakan manifestasi inti akidah Islam (tauhid).
Pada bulan Rajab, khususnya momentum peringatan Isra’ Mi’raj, seyogianya kita mengevaluasi shalat kita selama ini: sudahkah dilaksanakan sesuai sunnah Rasul? Sudah pahamkah kita akan makna bacaan dan gerakan shalat? Sudah khusyukah shalat kita selama ini? Berdampakkah shalat kita pada perilaku keseharian?

Tiga Golongan Musholi

Dalam Al-Quran setidaknya disebutkan tiga golongan mushali atau pelaku shalat. 
  1. Khasyi’un
  2. Sahun
  3. Yuraun. 
Golongan khasyi’un (adalah mereka yang mendirikan shalat dengan sungguh-sungguh (khusyu’), mengetahui ilmu shalat, ikhlas dalam mendirikannya, menjadikan shalat sebagai kebutuhan, serta merealisasikan apa yang diucapkannya dalam shalat dalam kehidupan sehari-hari. 

Karenanya, shalat golongan ini berpengaruh terhadap perilakunya, yaitu dapat mencegah dari perbuatan keji dan munkar (QS. 29: 45).

Golongan sahun (QS. 107:5) adalah mereka yang melakukan shalat dengan lalai, sering (atau sengaja) lupa karena tidak merasakannya sebagai kebutuhan, dan menganggap shalat sebagai beban.

Golongan yuraa’un (QS. 107: 6) adalah mereka yang melakukan shalat dengan niat yang tidak ikhlas, ibadah shalatnya ternodai perasaan atau keinginan dipuji atau dilihat orang lain, motivasi shalatnya bukan kesadaran. 

Demikianlah begitu banyak mutiara hikmah yang bisa dipetik dari peristiwa Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Saw, utamanya terkait dengan shalat sebagai kewajiban sekaligus kebutuhan utama umat Islam. Wallahu a’lam bish-shawab. (www.risalahislam.com).*
Previous Post Next Post