Umar bin Abdul Aziz - Profil Pejabat Teladan

Umar bin Abdul Aziz
Umar bin Abdul Aziz - Profil Pejabat Teladan

NAMA lengkapnya Abu Hafs Umar bin Abdul Aziz bin Marwan bin Hakam bin As bin Umayah bin Abd Syams. Ia dikenal sebagai khalifah yang sangat bijaksana, adil, jujur, sederhana, saleh, tidak gila harta dan pangkat, dan dicintai rakyatnya. 

Khalifah ke-8 Dinasti Umayah yang berkedudukan di Damaskus (Suriah) ini disebut juga sebagai Umar II, disejajarkan dengan Khalifah Umar bin Khattab. 

Umar bin Abdul Aziz juga dikenal sebagai pembaharu Islam, karena ketika menjabat khalifah ia menghidupkan ajaran al-Quran dan Sunnah dan mengembalikan kemurnian dan kemuliaan Islam dalam berbagai aspek kehidupan. 

Dialah khalifah pertama dalam Dinasti Umayah yang melakukan penerapan hukum Islam secara serius dan sistematis di wilayah kekuasaannya. Jasanya bagi dunia Islam terasa hingga kini; dialah yang berinisiatif melakukan kodifikasi (pembukuan) hadits-hadits Nabi SAW yang sebelumnya tidak ada.

Salah satu sifat terpuji Umar bin Abdul Aziz adalah tidak mau dan tidak pernah memakai harta negara (uang rakyat) untuk kepentingan pribadi. 

Dikisahkan, pada suatu malam ia bekerja di kantornya untuk suatu urusan negara. Tiba-tiba datang puteranya untuk urusan keluarga. Dipadamkanlah lampunya dan keduanya berbicara dalam kegelapan. Ketika ditanya kenapa ia memadamkan lampu, Umar menjawab karena puteranya itu datang untuk urusan keluarga, bukan urusan negara, sedangkan minyak yang dipakai di kantor adalah milik negara (rakyat), karena dibeli dengan uang negara.

UMAR bin Abdul Aziz adalah keturunan Umar bin Khattab melalui garis keturunan ibunya. Ia dilahirkan di Madinah tahun 682 M/63 H dan wafat di Dair Sam'an, Suriah, pada 720 M/101 H. 

Ayahnya, Abdul Aziz, pernah menjabat gubernur di Mesir. Ibunya bernama Laila Ummu Asim binti Asim bin Umar bin Khattab. Umar menghabiskan sebagian hidupnya di Madinah hingga ayahnya wafat tahun 704 M/85 H. 

Oleh pamannya, Khalifah Abdul Malik bin Marwan, ia dibawa ke Damaskus, Suriah, dan mengawinkannya dengan putrinya bernama Fatimah. Umar memperoleh pendidikan di Madinah --pusat ilmu dan gudang pada ulama waktu itu.

Pada usia 24 tahun, Umar diangkat menjadi Gubernur Hejaj yang berkedudukan di Madinah tahun 87 H oleh Khalifah ke-6 Bani Umayyah, al-Walid bin Abdul Malik (al-Walid I). 

Penampilan Umar sangat berbeda dengan gubernur-gubernur lain. Ia sangat adil dalam memerintah. Ketika tiba di Madinah, langkah pertamanya adalah membentuk sebuah Dewan Penasihat, beranggotakan para tokoh ulama yang berpengaruh di Madinah. Di dewan itulah ia bermusyawarah tentang berbagai persoalan seperti urusan agama, rakyat, dan pemerintahan.

Pada tahun 97 M Umar dicopot dari jabatannya sebagai gubernur, karena ia berselisih dengan khalifah akibat hasutan seorang gubernur lain yang tidak menyukainya. Dan pada masa Kekhalifahan Sulaiman bin Abdul Malik bin Marwan (khalifah ke-7 Bani Umayah) ia diangkat menjadi al-Katib (sekretaris).

Ketika Khalifah Sulaiman sakit, ia meminta pertimbangan Wazir (Perdana Menteri) Raja' bin Haiwah tentang siapa yang layak menggantikannya, karena putera mahkotanya, Ayub, meninggal. Raja' menunjuk Umar bin Abdul Aziz sebagai figur yang tepat untuk jabatan khalifah. 

Namun, dalam suatu kesempatan Umar mengatakan pada Raja', "Dengan bersaksi pada Tuhan, saya mohon padamu jika khalifah menyebut nama saya untuk jabatan itu, hendaklah engkau halangi. Dan kalau tidak menyebut-nyebut nama saya, jangan engkau ingatkan dia." 

Ini menunjukkan, Umar tidak berambisi untuk jabatan tersebut. Rupanya, sebelum Sulaiman wafat, ia bersama wazir-nya itu telah membuat keputusan bahwa Umar diangkat menjadi Khalifah. Umar pun tak dapat mengelak untuk menerima amanah besar dan berat itu.

UMAR bin Abdul Aziz menjabat sebagai khalifah sekitar 2,5 tahun lamanya. Dalam waktu yang singkat itu, ia telah berjasa pada agama dan umat Islam, terutama pada rakyatnya sendiri. 
Bekerja sama dengan para ulama besar ketika itu, seperti Hasan al-Basri, ia menghidupkan syiar agama dan menerapkan syariat Islam. Ia berinisiatif mengkodifikasi hadits, karena khawatir hadits-hadits yang waktu itu cuma ada di kepala para penghapal dan catatan-catatan pribadi akan lenyap dan hadits-hadits palsu muncul.

Umar memberikan kebebasan dalam bidang politik dan sosial pada rakyatnya. Ia membebaskan rakyat dari semua golongan untuk menyatakan pendapatnya asal tidak mengganggu ketertiban umum. 

Lawan-lawan politiknya ia sikapi dengan lunak, seperti terhadap keturunan Ali bin Abi Thalib, Bani Hasyim, dan kelompok Khawarij.

Untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dalam rangka menciptakan "pemerintahan yang bersih" (clean government), ia melakukan "pengawasan melekat" dengan mengirim utusan ke berbagai negeri untuk melihat langsung cara kerja gubernur setempat. 

Bila ditemukan pejabat yang menindas rakya, ia langsung memecatnya. Ia juga mengembalikan tanah yang dirampas para penguasa pada pemiliknya yang sah. Sebelum menjabat khalifah, Umar sangat mungkin hidup mewah. Namun, pola hidup sederhana menjadi pilihannya. Ia tidak mau hidup mewah dan tidak haus kekayaan. (Dari berbagai sumber, www.risalahislam.com).***
Previous Post Next Post