Ghibah (bergunjing) adalah membicarakan aib atau kekurangan dan kelemahan orang lain, termasuk menjelek-jelekkan atau istilah populernya "bullying".
DIKISAHKAN, pada malam Isra' Mi'raj, Nabi Muhammad Saw melewati suatu kaum yang sedang mencakar-cakar wajah mereka sendiri dengan kukunya.
Ketika hal itu ditanyakan Nabi Saw kepada Malaikat Jibril yang mendapinginya waktu itu, Jibril menjawab, "Itulah gambaran orang yang suka menggunjing (ghibah) sesamanya".
Disebutkan dalam sebuah hadits shahih.
“Ketika beliau (Nabi Saw) di-mi’rajkan, beliau melewati sekelompok orang yang mempunyai kuku-kuku dari tembaga. Mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka sendiri dengan kuku tembaga tersebut. Lalu beliau bertanya kepada Jibril: 'Wahai Jibril siapa mereka itu?.' Jibril menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang sering 'makan daging manusia', dan mereka yang suka membicarakan kejelekan orang lain” (HR Ahmad dan Abu Dawud dari Anas ra.)
"Tahukah kalian apa itu ghibah (menggunjing)? Para sahabat menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang paling tahu. Kemudian beliau Saw bersabda : Ghibah adalah engkau membicarakan tentang saudaramu sesuatu yang dia benci. Ada yang bertanya. Wahai Rasulullah bagaimana kalau yang kami katakana itu betul-betul ada pada dirinya?. Beliau Saw menjawab : Jika yang kalian katakan itu betul, berarti kalian telah berbuat ghibah. Dan jika kalian katakan tidak betul, berarti kalian telah memfitnah (mengucapkan kebohongan)” (HR Muslim).
Bahkan, Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menyebutkan, ghibah itu lebih besar dosanya daripada zina. "Menbicarakan kejelekan orang lain itu lebih keji dari pada 30 kali perbuatan zina".
Mungkin di antara kita, secara sadar ataupun tidak sadar, sering terlibat perbuatan ghibah. Dalam percakapan atau obrolan sehari-hari, sering obrolan itu menjurus dan tenggelam dalam ghibah. Meskipun kejelekan atau kekurangan orang lain itu faktual, benar-benar terjadi alias sesuai dengan kenyataan, tetap saja itu ghibah.
Contoh ghibah banyak sekali. Bahkan ketika kita mengatakan "pendek amat orang itu" misalnya, itu termasuk ghibah. Diriwayatkan, ketika Siti Aisyah memberikan isyarat dengan tangannya tentang seorang wanita yang pendek, Rasulullah Saw bersabda, "Kamu menggunjingnya?".
3. Meminta fatwa (nasihat hukum) kepada seorang mufti. Misalnya, seseorang bertanya kepada mufti: “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan?”
4. Mengingatkan kaum Muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perawi hadits.
5. Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.
6. Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya, seperti menyebutnya si buta. Namun, jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim).
KIAT MENGHINDARI GHIBAH
Yang dimaksud "sering makan daging manusia" oleh Jibril tak lain adalah QS. Al-Hujurat:12 di atas yang mengibaratkan ghibah dengan "memakan daging saudaranya yang telah mati (mayat)".
Larangan ghibah juga ditegaskan Nabi Saw.
LEBIH BESAR DARI DOSA ZINA
Dari penjelasan ringkas di atas, sudah jelas, betapa besar bahaya dan dosa ghibah. "Ngomongin orang", dalam perspektif risalah Islam, merupakan perbuatan tercela yang berakibat dosa.
Mungkin di antara kita, secara sadar ataupun tidak sadar, sering terlibat perbuatan ghibah. Dalam percakapan atau obrolan sehari-hari, sering obrolan itu menjurus dan tenggelam dalam ghibah. Meskipun kejelekan atau kekurangan orang lain itu faktual, benar-benar terjadi alias sesuai dengan kenyataan, tetap saja itu ghibah.
Contoh ghibah banyak sekali. Bahkan ketika kita mengatakan "pendek amat orang itu" misalnya, itu termasuk ghibah. Diriwayatkan, ketika Siti Aisyah memberikan isyarat dengan tangannya tentang seorang wanita yang pendek, Rasulullah Saw bersabda, "Kamu menggunjingnya?".
Ghibah termasuk akhlak tercela. Tersirat di dalamnya perbuatan tercela lain seperti sombong, merasa diri paling baik dan benar, serta menghina orang lain.
Ketercelaan ghibah dapat dirasakan betapa tersinggung perasaan kita, atau sakit hatinya kita, bahkan betapa marahnya kita, jika kejelakan dan kekurangan kita dibicarakan orang lain.
Muslim yang baik takkan suka bergunjing. Nabi Muhammad Saw bersabda, "orang Muslim adalah yang selamat Muslim lainnya dari ucapannya dan tangannya". Al-Muslimu man salimal Muslimina min lisanihi wa yadihi.
GHIBAH YANG DIBOLEHKAN
Muslim yang baik takkan suka bergunjing. Nabi Muhammad Saw bersabda, "orang Muslim adalah yang selamat Muslim lainnya dari ucapannya dan tangannya". Al-Muslimu man salimal Muslimina min lisanihi wa yadihi.
GHIBAH YANG DIBOLEHKAN
Namun demikian, tidak selamanya ghibah itu dilarang. Al-Hasan sebagaimana dikutip Imam Al-Ghazali dalam Teosofia Al-Quran, menyebutkan:
"Ada tiga golongan tidak termasuk menggunjing jika menyebut aib mereka, yaitu orang yang mengikuti hawa nafsu, orang fasik yang melakukan kefasikan secara terang-terangan, dan pemimpin yang menyeleweng".
Memperingatkan sesama Muslim atas kejahatan seseorang pun termasuk ghibah yang dibolehkan. Mengungkap pemimpin (pejabat) yang korup atau menyalahgunakan jabatan termasuk ghibah yang dibolehkan. Itu adalah tadzkirah sekaligus koreksi bagi sang pemimpin yang mestinya menjadi teladan.
Imam Nawawi dalam Syarah Muslim juga mengemukakan, ada enam keadaan yang dibolehkan menyebutkan ‘aib orang lain (ghibah):
1. Mengadukan perbuatan zhalim atau perbuatan jahat orang lain yang dialami kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang.
2. Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar.
1. Mengadukan perbuatan zhalim atau perbuatan jahat orang lain yang dialami kepada penguasa atau pada pihak yang berwenang.
2. Meminta tolong agar dihilangkan dari suatu perbuatan mungkar dan untuk membuat orang yang berbuat kemungkaran tersebut kembali pada jalan yang benar.
3. Meminta fatwa (nasihat hukum) kepada seorang mufti. Misalnya, seseorang bertanya kepada mufti: “Saudara kandungku telah menzalimiku demikian dan demikian. Bagaimana caranya aku lepas dari kezaliman yang ia lakukan?”
4. Mengingatkan kaum Muslimin terhadap suatu kejelekan seperti mengungkap jeleknya hafalan seorang perawi hadits.
5. Membicarakan orang yang terang-terangan berbuat maksiat dan bid’ah terhadap maksiat atau bid’ah yang ia lakukan, bukan pada masalah lainnya.
6. Menyebut orang lain dengan sebutan yang ia sudah ma’ruf dengannya, seperti menyebutnya si buta. Namun, jika ada ucapan yang bagus, itu lebih baik. (Syarh Shahih Muslim).
KIAT MENGHINDARI GHIBAH
Bagaimana kiat menghindari ghibah? Al-Ghazali memberikan sejumlah kiat.
Pertama, dengan mengingat beratnya dosa atau adzab bergunjing. Misalnya mengingat selalu hadits "Sesungguhnya ghibah itu akan menghanguskan kebaikan seseorang lebih cepat daripada jilatan api atas kayu bakar".
Kedua, dengan merenungi aib atau kejelekan/kekurangan diri sendiri. Dengan begitu kita akan sibuk memperbaiki aib sendiri dan mengabaikan aib orang lain (tidak suka bergunjing).
Menurut al-Ghazali, jika kita telanjur bergunjing, bergegaslah beristighfar, lalu meminta maaf orang yang kita gunjingkan. Kalau tidak bisa bertemu dengan orang itu, banyaklah memujinya dan mendoakan serta menyebut kebaikannya.
Pertama, dengan mengingat beratnya dosa atau adzab bergunjing. Misalnya mengingat selalu hadits "Sesungguhnya ghibah itu akan menghanguskan kebaikan seseorang lebih cepat daripada jilatan api atas kayu bakar".
Kedua, dengan merenungi aib atau kejelekan/kekurangan diri sendiri. Dengan begitu kita akan sibuk memperbaiki aib sendiri dan mengabaikan aib orang lain (tidak suka bergunjing).
Menurut al-Ghazali, jika kita telanjur bergunjing, bergegaslah beristighfar, lalu meminta maaf orang yang kita gunjingkan. Kalau tidak bisa bertemu dengan orang itu, banyaklah memujinya dan mendoakan serta menyebut kebaikannya.
Semoga kita terhindari dari dosa besar ghibah ini. Amin! Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*
Tags:
Akhlak