suararisalah.blogspot.com -- Kampung Jogokariyan di Yogyakarta sampai tahun 1965 masih
menjadi basis PKI. Di sana organisasi komunis LEKRA (Lembaga Kesenian Rakyat)
mementaskan ketoprak berjudul “Matine Gusti Allah” (Matinya Tuhan
Allah). Tempat ibadah hanya berupa langgar kecil disudut kampung, itupun sering
kosong, maklum mayoritas penduduknya abangan-komunis.
Tetapi 50 tahun kemudian Jogokariyan berubah menjadi kampung
yang Islami. Masjidnya terkenal sampai ke mancanegara lewat internet. Jamaah
shalat subuhnya tiap hari membludak seperti shalat Jum’at. Di atas tanah seluas
hanya 1478 m2 ada masjid, ruang serbaguna, klinik dan penginapan 11 kamar.
Takmir masjid melayani ummat dengan aneka ragam kegiatan yang tak pernah sepi
siang-malam dari kanak-kanak, remaja, ibu-ibu sampai lansia. Tamu dari
mana-mana yang datang tengah malam pun dilayani oleh relawan bergilir. Tidak
ada tempat penitipan sandal. Sandal sepatu yang hilang diganti senilai
harganya.
Kiat istimewa dari pengurus masjid ini ialah bahwa mulai
tahun 2000 mereka menyusun database informasi komplit tentang 4000 penduduk sekelurahan.
Lengkap sampai data perorangan tentang keluarga, penghasilan, keahlian,
pendidikan dan kebutuhan atau kesulitan hidup. Di samping itu juga info tentang
sudah bisa shalat atau belum, sudah shaum atau belum, sudah berzakat atau belum
dst.
Data tadi diolah menjadi peta dakwah untuk menyusun strategi
masjid dalam program dakwah bil-hal mengatasi kemiskinan, pendidikan, parallel
dengan program peningkatan iman dan ibadah.
Dilaksanakan secara gotong royong oleh
seluruh penduduk sebagai jamaah masjid. Total biaya rutin dan kegiatan dakwah
setahun dibagi rata kepada 1350 jamaah per minggu. Yang belum mampu disubsidi
oleh yang mampu.
Hasilnya dalam tempo sepuluh tahun keadaan membaik dengan
pesat. Penghasilan masjid melonjak 40 kali lipat yang disalurkan kembali ke
jamaah penduduk sekitar yang membutuhkan pertolongan, beasiswa maupun untuk
kegiatan dakwah.
Selama bulan Ramadhan masjid ini menyediakan selain takjil gratis
juga makanan berat 1500 porsi setiap hari dan subsidi makan sahur bagi penduduk
yang kurang mampu. Idul Adha silam menyembelih 34 ekor sapi dan 29 domba.
Masjid sudah menjadi katalisator pemberdayaan ummat. Dari
jamaah untuk jamaah. Masjid Jogokariyan juga bertekad menjadi masjid ramah
kepada lansia, bocah, penyandang cacat dengan memfasilitasi kebutuhan mereka.
Walaupun Ketua Pembina masjid Jogokariyan Ustaz Jazir DSP berkata bahwa awalnya
dia belajar dari kiprah masjid Istiqamah Bandung, namun kita juga mendapat
pelajaran baru dari masjid Jogokaryan. Wallahu a’lam. (BP)
Tags:
Khazanah